Jumat, 03 Juli 2015

Conditional sentences

Conditional sentences are sometimes confusing for learners of English as a second language.

Watch out:
  1. Which type of conditional sentences is it?
  2. Where is the if-clause (e.g. at the beginning or at the end of the conditional sentence)?
There are three types of conditional sentences.
typecondition
Icondition possible to fulfill
IIcondition in theory possible to fulfill
IIIcondition not possible to fulfill (too late)

1. Form

typeif-clausemain clause
ISimple Presentwill-future or(Modal + infinitive)
IISimple Pastwould + infinitive *
IIIPast Perfectwould + have + past participle *

2. Examples (if-clause at the beginning)

typeif clausemain clause
IIf Istudy,will pass the exam.
IIIf Istudied,would pass the exam.
IIIIf I had studied,would have passed the exam.

3. Examples (if-clause at the end)

typemain clauseif-clause
Iwill pass the examif Istudy.
IIwould pass the examif Istudied.
IIIwould have passed the examif I had studied.

4. Examples (affirmative and negative sentences)

type Examples
  long formsshort/contracted forms
I+If Istudy, Iwill pass the exam.If I study, I'll passthe exam.
-If Istudy, Iwill not fail the exam.
If I do not study, Iwill failthe exam.
If I study, I won't fail the exam.
If I don't study, I'll fail the exam.
II+If Istudied, I would pass the exam.If I studied, I'd pass the exam.
-If Istudied, I would not failthe exam.
If I did not study, Iwould fail the exam.
If I studied, Iwouldn't fail the exam.
If I didn't study, I'd fail the exam.
III+If I had studied, I would have passedthe exam.If I'd studied, I'd have passed the exam.
-If I had studied, I would not have failedthe exam.
If I had not studied, I would have failedthe exam.
If I'd studied, Iwouldn't have failed the exam.
If I hadn't studied, I'd have failed the exam.
* We can substitute could or might forwould (shouldmay or must are sometimes possible, too).
  • would pass the exam.
  • could pass the exam.
  • might pass the exam.
  • may pass the exam.
  • should pass the exam.

Senin, 20 April 2015

KALIMAT NARATIF DAN DESKRIPTIF PADA SUATU OBJEK YANG SAMA

Margo city 

naratif  : 
                      Sekitar dua minggu yang lalu saya berjalan - jalan di sebuah mall atau pusat perbelanjaan margo city depok , saya bersama dengan teman saya , saya melihat - lihat beberapa toko - toko olahraga dan toko souvenir  karena niat saya sedari awal memang untuk mencari hadiah untuk kado teman saya yang sedang ulang tahun . namun karena belum ada yang menurut saya cocok akhirnya saya memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu di foodcourt margo city , makanan disini bervariasi dengan harga yang lumayan mahal untuk sekelas mahasiswa hehehe, Selesai makan saya kembali melanjutkan untuk mencari hadiah tersebut , setelah hampir 15 menit berkeliling mall margo city akhirnya pandangan saya tertuju pada toko boneka , saya tertarik membeli boneka kura - kura yang lucu untuk menjadi kado . setelah selesai di bungkus saya memutuskan untuk kembali ke rumah .

deskriptif :
                  Margo city adalah sebuah mall modern yang terletak di daerah depok , di halaman depan mall terdapat taman dan lapang yang luas sebagai jalur kereta pengangkut pengunjung . margo city sangat lah luas di dalamnya terdapat ratusan toko di margo city ada trestoran yang sangat terkenal dari korea , jika dari pintu masuk margo city di sebelah kanan ada restoran korea yang enak , di sebelah restoran tersebut ada atm center dan di depan atm center ada toilet yang sangat bersih dan terjaga dengan baik .

Sabtu, 28 Maret 2015

Fakta Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah

  • Fakta Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah

    Agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa pengertian dari fakta.
     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
    Selain itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.

1). Klasifikasi
       Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak "Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
   Perlu diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang diteliti.

2). Jenis Klasifikasi
      Klasifikasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
  • Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
  • Klasifikasi kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.

3). Persyaratan Klasifikasi
 Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
  • Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang diklasifikasikan.
  • Klasifikasi harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
  •        Klasifikasi harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1). Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau pendapat (opini).
2). Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya.
Analogi terdiri dari dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
3). Hubungan Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
  • Penalaran sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
  • Penalaran akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
  • Penalaran akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.

sumber 
:http://zuwaily.blogspot.com/2012/10/fakta-sebagai-unsur-dalam-penalaran.html#.VQOk7CyM1NE google

Rabu, 14 Januari 2015

TEORI IKLAN DARI SEGI ETIKA BISNIS BESERTA CONTOHNYA


1.      TEORI
Dunia periklanan saat ini telah menjadi dunia yang besar, dunia yang memiliki banyak penggemar. Iklan telah menjadi media andalan bagi para produsen untuk memperkenalkan produk mereka. Karena tidak dapat dipungkiri, iklan mampu menyihir banyak khalayak. Pada dasarnya, periklanan merupakan sebuah bentuk komunikasi massa yang digunakan oleh pengiklan untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada khalayak melalui media tertentu . Pesan yang terkandung dalam iklan memiliki pengaruh luar biasa terhadap khalayak untuk memicu terjadinya konsumsi produk. Hingga akhirnya produk tersebut, sadar tidak sadar, telah menjadi bagian dari kehidupan konsumen. Salah satu contohnya melalui acara Indonesia Idol. dalam acara tersebut diperlihatkan bagaimana para idol (peserta Indonesian Idol) selalu mengkonsumsi produk Indomie atau menggunakan atribut-atribut Indomie di segala kesempatan dalam keseharian mereka.

2.      KASUS




Contoh kasus yang saya bahas kai ini adalah dari iklan indomie. Memang sudah kita ketahui banyak para produsen makanan instan seperti ini yang menggunakan strategi penjualan agar produknya diminti konsumennya, salah satunya yaitu menarik konsumen dengan cara memberikan kemasan produk dengan tampilan yang menggiurkan atau dengan tampilan yang sangat menggoda agar terlihat kemasan tersebut dilirik konsumen. Kemasan indomie memang sedikit perlu ditanyakan, mengapa? Karena dari gambar kemasannya terlihat di ada gambar telur, bakso beserta syurannya. Namun kenyataannya saat dibuka didalamnya tidak terdapat apa yg digambarkan di kemasan itu, hanya ada mie saja beserta bumbunya. Hal ini tentu berhubungan dengan etika bisnis karena dalam etika bisnis yang baik dan benar seharusnya produk yang di tampilkan atau dipasarkan harus sesuai dengan kenyataan yang ada.

3.      ANALISIS
Banyak iklan yang bisa menarik kita untuk membelinya karena apa yang kita lihat dan jika iklan itu menarik tentu saja akan membuat kita untuk membelinya. Walaupun dengan cara yang tidak sepantasnya, karena banyak iklan-iklan yang menggunakan gambar kemasan atau dari  promosi iklan di tv yg kenyataannya bisa menipu penglihatan kita sehingga kita  berhasil tertarik untuk membelinya

4.      REFERENSI

http://ardiandasaly.blogspot.com/2012/11/proposal-penelitian-kuantitatif.html