Minggu, 12 Januari 2014

Perilaku Konsumen Di kawasan Jabodetabek

Konsumtif mungkin kata yang tepat untuk menunjukan perilaku konsumen yang ada dikawasan Jabodetabek….

 Hasil survei lembaga riset Kadence Indonesia menunjukkan, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mampu menabung, bahkan berbelanja melebihi pendapatannya. 

Survei bertajuk “Share of Wallet” tersebut berfokus pada 3.000 responden di lima kota besar (urban) Indonesia, Jabodetabek, Surabaya, Medan, Balikpapan, dan Makassar serta daerah pedesaan (rural) di Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat. Hasil survei yang dilakukan pada Juli- Oktober 2013 tersebut ditujukan untuk menunjukkan pola pendapatan dan pengeluaran masyarakat, sekaligus mengkelompokkan masyarakat dalam segmen ekonomi berdasarkan pola menabungnya. 

Berdasarkan hasil survei tersebut, masyarakat Indonesia terbagi menjadi empat kategori yakni deep pockets, pragmatic, on edge, dan broke. Kelompok deep pockets adalah mereka dengan penghasilan rata-rata Rp8,8 juta dan mampu menabung lebih dari Rp2 juta/bulan. Kelompok pragmatic berpenghasilan rata-rata Rp5 juta dan mampu menabung Rp1-2 juta/bulan. 

Sementara kelompok on edge berpenghasilan Rp3,9 juta dan bisa menabung Rp0-1 juta/ bulan. Sedang kelompok broke memiliki penghasilan Rp4,3 juta, namun pengeluarannya lebih besar dari pendapatan sehingga mengalami defisit ratarata sebesar 3%. “Yang mengejutkan, sebanyak28% masyarakat Indonesia ternyata masuk dalam kelompok broke,” tutur Deputy Managing Director Kadence International-Indonesia Rajiv Lamba saat memaparkan hasil survei, di Jakarta, kemarin. 

Berdasarkan hasil survei, kelompok broke menghabiskan pengeluarannya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok deep pockets. Mereka mengeluarkan minimal Rp312.000/ bulan untuk membayar utang/ cicilan. Kelompok ini juga sebagian besar menyukai liburan (travelling) dan rela menghabiskan uangnya untuk kegiatan tersebut. Pengeluaran untuk liburan bahkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan kelas deep pockets. 

Dia mengatakan, kelompok broke sebenarnya bukan masyarakat miskin, tidak mampu atau berpenghasilan lebih rendah dibandingkan kelas lain. Kelompok inijustru berpenghasilan di atas kelas on edge. Namun, gaya hidup menuntut mereka mengeluarkan uang lebih banyak, sehingga mengalami defisit. Dari survei Kadence, rata-rata pendapatan kelompok Broke mencapai Rp4,3 juta per bulan, sementara pengeluarannya menembus Rp5,8 juta. “Mereka mencoba naik kelas atas atau show off,” tandasnya. 

Managing Director Kadence Indonesia Viviek Thomas meyakini, jumlah kelompok ini akan terus membesar di masa depan. Pasalnya, tuntutan gaya hidup akan terus meningkat. Pergerakan urbanisasi yang cepat juga mendorong masyarakat semakin menghabiskan anggaran untuk konsumsi dan bukan untuk menabung. “Ada tekanan untuk membeli smarthponeyang lebih canggih atau gaya hidup lainnya,” ujar Viviek. 

Kendati secara persentase masyarakat yang masuk kelompok broke terbilang besar, mayoritas penduduk Indonesia tak berada di kelompok tersebut, melainkan di kategori on edge. Sebanyak 33% masyarakat Indonesia berdasarkan survei itu masuk kelompok on edge. Sedang kelompok deep pocket mencapai 21% dan pragmatic sebanyak 17%. 

Lebih lanjut, survei tersebut juga menunjukkan bahwa makanan dan minuman masih menjadi pengeluaran terbesar bagi masyarakat Indonesia, di semua kelompok. Masyarakat Indonesia menghabiskan 24% atau rata-rata Rp1 juta dari penghasilannya untuk makanandan minuman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar